1 Bakteri Endofit
Bakteri endofit merupakan sumber keanekaragaman genetik yang kaya dan dapat diandalkan, dengan sumber berbagai jenis baru yang belum dideskripsikan (Prasetyoputri & Ines, 2006). Bakteri endofit pertama kali dilaporkan oleh Darnel et al pada tahun 1904. Sejak itu, definisi mikroba endofit telah disepakati sebagai mikroba yang hidup di dalam jaringan internal tumbuhan hidup tanpa menyebabkan efek negatif langsung yang nyata. Sifat mikroba endofit yang tidak berdampak negatif pada jaringan tumbuhan menunjukkan kemungkinan adanya hubungan simbiosis mutualisme antara mikroba endofit dan inangnya (Stone et al, dalam Strobel & Daisy, 2003).
Mikroorganisme disebut sebagai endofit jika berada dalam tubuh tumbuhan setidaknya satu bagian dari siklus hidupnya, sehingga mikroorganisme ini tidak hanya numpang lewat atau menyebabkan penyakit (patogen). Mikroba endofit yang umum ditemukan adalah berupa bakteri dan jamur namun jamur lebih sering diisolasikan. Beberapa pihak bahkan berspekulasi bahwa masih dimungkinkan adanya beberapa jenis bakteri endofit lain, seperti ricketsia, dan archaebacteria. Karena tumbuh dalam jaringan tanaman, dimana tanaman yang satu tentunya berbeda dengan tanaman lainnya, maka tempat hidup bakteri sangat unik sifatnya. Bahkan, fisiologi tumbuhan tinggi termasuk yang berasal dari spesies yang sama akan beda di lingkungan yang berbeda. Karena itu keanekaragaman bakteri endofit sangatlah tinggi. Berdasarkan pertimbangan tersebut endofit dapat menjadi sumber berbagai metabolit sekunder baru yang berpotensi untuk dikembangkan dalam bidang medis, pertanian, dan industri (Prasetyoputri & Ines, 2006).
Tanaman tingkat tinggi dapat mengandung beberapa bakteri endofit yang mampu menghasilkan senyawa biologi atau metabolit sekunder yang diduga sebagai akibat koevolusi atau transfer genetik (genetic recombination) dari tanaman inangnya ke dalam bakteri endofit sepanjang waktu evolusinya (Tan & Zhou, 2001 dalam Radji, 2005). Sejumlah mikroba endofit yang telah berhasil diisolasi dari bagian dalam beberapa tanaman pangan, yaitu pada tanaman padi, jagung, sorgum dan tebu (James dan Olivares, 1996). Ada beberapa bakteri penghasil hormon IAA yang terdapat pada tanaman tertentu dan menghasilkan fitohormon yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman tersebut (Hoflich, 1995 dalam Aryantha, 2005). Tumbuhan yang telah diteliti bakteri endofitnya masih sedikit. Oleh karena itu, masih ada banyak kesempatan untuk menemukan berbagai jenis, taksa endofit baru (Prasetyoputri & Ines, 2006).
Bakteri endofit dapat menghasilkan senyawa-senyawa bioaktif yang langka dan penting bagi tumbuhan inangnya, maka kebutuhan untuk menumbuhkan tumbuhan yang masa hidupnya panjang dan mungkin termasuk langka akan berkurang dan keanekaragaman hayati dunia juga terlindungi. Bakteri digunakan sebagai sumber suatu produk hayati akan memudahkan proses dan mengurangi biaya produksi, sehingga pada akhirnya menghasilkan produk dengan harga lebih murah (Tan & Zhou, 2001 dalam Radji, 2005). Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder sesuai dengan tanaman inangnya merupakan peluang yang sangat besar dan dapat diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder (Radji, 2005).
Banyak penelitian yang mempelajari tentang kemampuan mikroba endofit berada di dalam tumbuhan dan hubungannya dengan inang. Endofit ini di dalam tanaman berada di ruang antarsel. Endofit awalnya, ada di luar tubuh tanaman yang kemudian masuk jika terjadi luka pada tanaman. Jika sudah berada dalam tanaman, endofit akan menetap. Endofit berkembang biak di dalam tanaman tanpa menyebabkan penyakit bagi tanaman inangnya. Belum ada penelitian khusus tentang cara metabolisme bakteri endofit dan kemampuan bakteri endofit menetap selamanya di tanaman. Masih belum ada penelitian yang membuktikan apakah endofit memiliki spesifikasi tertentu, misalnya apakah satu endofit selalu muncul pada jenis tumbuhan yang sama di tempat yang berbeda. Banyak faktor luar seperti curah hujan dan polusi yang mempengaruhi populasi endofit dalam tanaman (Prasetyoputri & Ines, 2006).
2 Auksin
Auksin pertama kali diisolasi pada tahun 1928 dari biji-bijian dan tepung sari bunga yang tidak aktif, dari hasil isolasi didapatkan rumus kimia auksin (IAA=Asam Indolasetat) atau C10H9O2N. Auksin atau dikenal juga dengan (AIA) Asam Indol Asetat (yaitu sebagai auksin utama pada tanaman), dibiosintesis dari asam amino prekursor triptopan, dengan hasil perantara sejumlah substansi yang secara alami mirip auksin (analog) tetapi mempunyai aktivitas lebih kecil dari IAA seperti IAN (Indolaseto nitril), TpyA (asam indol piruvat) dan IAAId (Indol Asetat Dehid). Proses biosintesis auksin dibantu oleh enzim IAA-oksidase (Gardner et al, 1991). Auksin diproduksi dalam jaringan merismatik yang aktif (yaitu tunas, daun muda dan buah). Kemudian auksin menyebar luas dalam seluruh tubuh tanaman, penyebarluasannya dengan arah dari atas ke bawah hingga titik tumbuh akar, melalui jaringan pembuluh tapis (floem) atau jaringan parenkhim (Rismunandar, 1988).
3 Peranan Auksin
Auksin merupakan salah satu hormon tanaman yang dapat meregulasi banyak proses fisiologi, seperti pertumbuhan, pembelahan dan diferensiasi sel serta sintesa protein (Darnell et al, 1986). Fungsi auksin menurut Averi (1937) dalam Wilkins (1989), adalah menyebabkan terjadinya pembelahan sel pada lapisan kambium. Pada konsentrasi auksin optimum, sel-sel penyusun kambium aktif membelah dan terbentuk lapisan xilem yang cukup tinggi. Menurut Gardner et al, (1991), efek seluler auksin meliputi peningkatan dalam sintesis nukleotida DNA dan RNA, pada akhirnya peningkatan sintesis protein dan produksi enzim, peningkatan pertukaran proton, muatan membran dan pengambilan kalium, serta berpengaruh terhadap reaksi fitokrom dengan cahaya merah dan cahaya merah jauh.
Heddy (1986), menyatakan bahwa auksin mendorong pembelahan sel dengan cara mempengaruhi dinding sel. Lebih jelas diuraikan oleh Catala et al (2000), menyatakan bahwa adanya induksi auksin dapat mengaktivasi pompa proton (ion H+) yang terletak pada membran plasma sehingga menyebabkan pH pada bagian dinding sel lebih rendah dari biasanya, yaitu mendekati pH pada membran plasma (sekitar pH 4,5 dari normal pH 7). Aktifnya pompa proton tersebut dapat memutuskan ikatan hidrogen diantara serat selulosa dinding sel. Putusnya ikatan hidrogen menyebabkan dinding mudah merenggang sehingga tekanan dinding sel akan menurun dan dengan demikian terjadilah pelenturan sel, pH rendah juga dapat mengaktivasi enzim tertentu pada dinding sel yang dapat mendegradasi bermacam-macam protein atau konstituen polisakarida yang menyebar pada dinding sel yang lunak dan lentur, sehingga pemanjangan dan pembesaran sel dapat terjadi.
4 Bakteri penghasil Auksin
Kelompok bakteri yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman secara langsung adalah kelompok penghasil zat pengatur tumbuh. Kelompok ini berperan penting pada pertanian di wilayah tropis. Azospirillum mempunyai kemampuan menambat nitrogen baik sebagai mikroorganisme yang hidup bebas atau berasosiasi dengan perakaran tanaman pangan seperti padi dan jagung (Dobereiner & Day, 1976). Beberapa strain bakteri dari genus Azospirillum memiliki kemampuan phytostimulatori (merangsang pertumbuhan tanaman). Hal ini disebabkan karena bakteri tersebut mampu memproduksi fitohormon, yaitu IAA (Lestari et al., 2007).
Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa respon tanaman yang disebabkan oleh adanya faktor lain selain fiksasi N2 diantaranya adalah pengaruh hormon yang mampu mengubah metabolisme dan pertumbuhan tanaman (Lestari et al, 2007). Strain-strain Azospirillum yang mampu memproduksi IAA tinggi dalam kulturnya sangat mempengaruhi morfologi tanaman, meningkatkan pertumbuhan akar tanaman dan dapat memodifikasi proses pertumbuhan inang (Jain & Patriquin 1985 dalam Lestari et al., 2007). Azospirillum ini dapat tumbuh pada media yang memiliki komposisi seperti triptofan (Akbari et al., 2007).
Azospirillum mampu meningkatkan hasil panen tanaman pada berbagai jenis tanah dan iklim dan menurunkan kebutuhan pupuk nitrogen sampai 35%. Inokulasi Azospirillum lipoferum pada tanaman jagung menyebabkan peningkatan hasil panen sekitar 10%. Di samping itu, Azospirillum dapat meningkatkan jumlah serabut akar padi, tinggi tanaman, dan menambah konsentrasi fitohormon asam indol asetat (AIA) dan asam indol butirat (AIB) bebas di daerah perakaran. Azospirillum Brasilense memberi pengaruh terhadap perkembangan akar gandum (Bottini et al, 1989; Okon et al, 1988; Barbieri et al, 1986; Barbieri & Galli, 1993 dalam Lestari et al, 2007). Azospirillum yang menghasilkan IAA mampu mempercepat pertumbuhan tanaman, perkembangan akar lateral, merangsang kerapatan dan panjang rambut akar, yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan serapan hara pada tanaman padi sehingga meningkatkan tinggi tanaman padi dan menjadikan bakteri ini berfungsi sebagai pupuk bakteri (Lestari et al, 2007).
Beberapa mikroorganisme tanah yang menghasilkan IAA seperti Azospirillum sp., Enterobacter sp., Azotobacter sp., Klebsiella sp., Alcaligenes faecalis, Azoarcus sp., Serratia sp., Cyanobacteria dan bakteri sulfur dapat mendorong pertumbuhan tanaman (Rubio et al, 2000). Azotobacter chroococcum, A. vinelandii dan A. paspali mampu menghasilkan auksin (Azcon & Barea, 1975). Efek Azotobacter dalam meningkatkan biomassa akar disebabkan oleh penghasilan asam indol asetat di daerah perakaran. Hal ini didukung bukti bahwa eksudat akar mengandung triptofan atau senyawa serupa yang dapat digunakan oleh mikroorganisme tanah untuk memproduksi asam indol asetat (Dewan & Subba Rao, 1979). Bakteri tersebut dapat diisolasi dari akar padi. Identifikasi dengan menggunakan metode kalorimeter, densitomery dan bioassays dapat mengidentifikasi bakteri penghasil hormon IAA (Rubio et al, 2000). Bakteri endofit penghasil IAA yang berhasil diisolasi dari akar tanaman adalah Agrobacterium tumafaciens dan Azotobacter vinelandii (Khan & Sharon, 2008).
5 Jalur Biosintesis IAA pada Bakteri
Jalur indole-3-acetamide (IAM) adalah jalur biosintesis yang terdapat dalam bakteri. Jalur ini terdiri dari dua langkah adalah yang pertama triptophan dikonversikan ke IAM oleh enzim trytophan-2-monooxygenase (IaaM), dikode oleh gen IaaM. Langkah kedua IAM dikonversi menjadi IAA oleh enzim IAM hydrolase (IaaH), dikode oleh gen IaaH. Jalur IAM ini spesifik ditemukan pada bakteri bukan pada tanaman. Jalur indole-3-piruvat (IPyA) diperkirakan menjadi jalur utama untuk biosintesis IAA pada tanaman. Namun, enzim dan gen yang berperan dalam jalur ini, belum teridentifikasi pada tanaman. Pada bakteri, produksi IAA melalui jalur IPyA telah diketahui. Langkah pertama jalur ini adalah konversi tryptophan ke IPyA oleh aminotransferase (transaminasi). Jalur IPyA adalah dekarboksilase untuk indole-3-asetaldehida (IAAId) oleh indole-3-piruvat dekarboksilase (IPDC). Pada langkah terakhir IAAId dioksidasi menjadi IAA (Gambar 1) (Spaepen et al., 2007)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar